Alzheimer, Vitamin E dan C
Dosis tinggi vitamin E dan C tiap harinya dapat menurunkan risiko penyakit alzheimer. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, sejak tahun 1995, pada sekitar 4740 partisipan yang berusia 65 tahun ke atas.
Seperti kita ketahui, vitamin E dan C yang merupakan antioksidan, dapat menghambat pertumbuhan radikal bebas yang dapat merusak sel dan menyebabkan kerusakan otak. Penderita alzheimer sebaiknya mengonsumsi vitamin E dan C secara bersamaan tiap harinya, dengan dosis vitamin E sebanyak 22 iu (international units) dan vitamin C sebanyak 75-90 mg (miligram).
Olahraga Teratur Kurangi Risiko Alzheimer
Para peneliti di Swedia mengatakan olahraga teratur bisa mengurangi risiko terkena penyakit Alzheimer dan pikun.
Kesimpulan yang dimuat di jurnal Lancet Neurology itu didasarkan pada penelitian terhadap sekelompok sukarelawan berusia lanjut.
Dari hasil pnelitian itu diketahui bahwa mereka yang aktif secara fisik ketika masih muda, lebih kecil kemungkinannya terkena penyakit tersebut.
Telah lama diketahui bahwa olahraga mental, seperti mengisi teka-teki silang, bisa membantu mengurangi kemungkinan mengidap penyakit Alzheimer.
Logikanya adalah, pikiran atau otak yang sering digunakan, lebih kecil kemungkinannya terkena Alzheimer.
Namun beberapa peneliti mengatakan mereka belum bisa memastikan pendekatan apa yang bisa mencegah penyakit tersebut.
Latihan fisik belum dianggap sebagai cara ampuh untuk menjaga kesehatan otak. Namun ada banyak bukti yang bisa mendukung hal itu.
Mungkin saja sebabnya adalah latihan fisik bisa membantu melancarkan peredaran darah ke otak.
Mekanisme persisnya belum jelas, dan diharapkan percobaan terhadap tikus yang secara genetik mempunyai tanda-tanda mengidap Alzheimer bisa membantu memecahkan persoalan ini.
Namun penelitian baru menunjukkan olahraga teratur mengurangi secara drastis kemungkinan terkena pikun.
Jadi, olahraga teratur tak hanya menyebabkan fisik yang bugar, tetapi juga pikiran yang sehat.
Waspadailah Sepuluh Gejala Alzheimer
Penyakit Alzheimer merupakan urutan keempat penyebab kematian pada kelompok lanjut usia (lansia) di negara maju. Wanita lebih banyak menderita penyakit ini dibandingkan dengan pria, yang kemungkinan disebabkan usia rata-rata wanita lebih panjang daripada pria.
Kejadian penyakit ini juga berbeda dari satu negara ke negara lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa kejadian penyakit ini sekitar 3-10 % pada orang yang berusia 65 tahun dan sekitar 25-50 % pada usia 85 tahun ke atas. Di Amerika Serikat, ditemukan sekitar 4 juta penderita penyakit Alzheimer yang menghabiskan biaya perawatan sekitar 100 juta dolar Amerika per tahun. Diperkirakan pada tahun 2050 jumlah ini akan meningkat menjadi 7,5 sampai 14 juta dengan membutuhkan biaya perawatan sekitar 300-350 juta dolar Amerika. Di Indonesia, angka rata-rata umur harapan hidup semakin lama semakin meningkat yang akan menyebabkan jumlah penderita penyakit Alzheimer pada masa mendatang akan meningkat pula.
Oleh karena penyakit ini mengakibatkan beban materi dan psikososial yang berat bagi keluarga, masyarakat dan negara maka perlu diwaspadai gejala-gejala penyakit Alzheimer agar dapat dilakukan penatalaksanaan yang sedini mungkin bagi penderita.
Sepuluh gejala
Ada sepuluh gejala yang sering didapati dari penyakit Alzheimer, yaitu :
1. Gangguan daya ingat.
Lupa janji, lupa nama orang, teman dan anggota keluarga, tidak dapat mengingat kejadian-kejadian atau pembicaraan. Mudah lupa : mungkin merupakan gejala awal Alzheimer. Sekitar 40-50 % pasien dengan gangguan mudah lupa menjadi penyandang Alzheimer dalam waktu 3 tahun.
2. Kesulitan dalam melakukan aktivitas sederhana/pekerjaan sehari-hari.
Misalnya mengendarai mobil, berbelanja, mandi, berpakaian dan lain-lain. Selain daripada itu, kemampuan untuk melaksanakan fungsi-fungsi eksekutif terganggu, seperti membuat perencanaan, mengorganisir, melakukan urutan pekerjaan, membuat kesimpulan, melakukan koordinasi dan pengawasan, mengarahkan bawahan , sehingga penderita menjadi berhenti dari pekerjaannya.
3. Problema berbicara/berbahasa.
Gangguan keterlibatan dalam pembicaraan, pengertian, kemampuan mencari dan menemukan kata yang tepat serta kurangnya kemampuan untuk berbicara secara lancar.
4. Disorientasi.
Gangguan mengenal waktu (tanggal, tahun, hari-hari penting), gangguan mengenal tempat, gangguan kemampuan mengenali lingkungannya. Penderita menjadi tidak tahu dimana ia sedang berada, tidak tahu pulang ke rumahnya sendiri.
5. Penampilan memburuk.
Tidak memperhatikan kebersihan diri dan salah berpakaian.
6. Kesulitan dalam melakukan penghitungan sederhana.
7. Salah/lupa meletakkan benda/barang, curiga seseorang telah mencurinya.
8. Perubahan perasaan atau perilaku.
Gejala perilaku yang paling mengganggu adalah suka pergi kemana-mana, dan berulangkali mencari pengasuhnya atau orang lain, selalu mengikuti pengasuhnya atau orang lain kemana-mana, berkeliling rumah atau halaman tanpa tujuan, keluar rumah atau kabur malam hari, menjadi agresif.
9. Perubahan
Perubahan emosi secara drastis, tidak sabar, mudah putus asa dan menyalahkan orang lain, cemas.
10.Hilangnya minat dan inisiatif.
Berkurangnya aktivitas kesenangan pribadi/hobi yang biasa dinikmatinya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat menghadapi penderita Alzheimer dan keluarganya, antara lain :
F Menentukan kondisi subjektif dari perjalanan penyakit penderita.
F Pengelolaan yang efektif dari penderita Alzheimer tergantung pada pemahaman akan gangguan-gangguan yang didapati, kebutuhan obat-obatan dan ketidakmampuan/disabilitas yang didapati. Oleh karena itu, tujuan menentukan kondisi subjektif dari penderita adalah untuk mengenali kemampuan penderita yang masih ada, mengatasi kekurangannya dan mencoba mengurangi ketergantungannya pada orang lain yang semakin bertambah.
Penderita Alzheimer secara bertahap akan kehilangan fungsi intelektualnya tetapi tidak semua kemampuan dan ketrampilanya akan menurun secara serentak. Dalam hal ini, penderita sedapat mungkin harus diikutsertakan di dalam pengelolaan penyakitnya. Juga, hubungan yang baik antara penderita dengan yang merawat dan tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai, akan memperlambat perjalanan penyakit serta meningkatkan kesehatan penderita.
Pendekatan pada keluarga/yang merawat.
Beberapa hambatan yang sering dihadapi keluarga di dalam perawatan penderita Alzheimer adalah : kurang memahami penyakit yang dialami penderita, konflik di dalam keluarga yang dapat mengganggu kerjasama dalam merawat penderita, adanya beban lain yang membutuhkan perhatian seperti ada anggota keluarga lain yang sakit, masalah keuangan dan lain-lain.
Dalam hal ini maka dokter yang merawat dapat meringankan beban keluarga dengan cara memberikan informasi yang jelas mengenai penyakit penderita, mengusahakan kemandirian fisik, psikis dari penderita dan yang merawat, melakukan pengawasan terhadap penderita dan obat-obat yang digunakannya, kunjungan rumah, konsultasi lanjutan dan merujuk ke ahli-ahli lain yang diperlukan dan lain-lain.
Dalam hal kemandirian penderita ini, peran serta keluarga atau yang merawat adalah melatih mengingatkan kembali terhadap peristiwa-peristiwa yang lalu, ingatlah bahwa L U P A, adalah jembatan keledai yang digunakan untuk mengingat, yang merupakan singkatan dari latihan, ulangan, perhatian dan asosiasi..
Keadaan gizi.
Keadaan gizi yang kurang atau jelek akan memberi pengaruh yang buruk terhadap kesehatan penderita. Dalam hal ini, keluarga dan mereka yang merawat mempunyai peranan penting dalam pemberian makanan yang bergizi serta cairan yang cukup.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan ini adalah : perlu pemberian makanan dalam porsi sedikit-sedikit yang sering serta pemberian makanan selingan diantara makanan pokok. Jika penderita gelisah dan sering berjalan-jalan yang membutuhkan kalori yang lebih banyak maka diperlukan makanan ekstra, kurangi hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian penderita saat makan seperti mematikan televisi, sedapat mungkin mencegah masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku sewaktu makan seperti meludah, menyemburkan makanan, hendaknya makan atau minum jangan dilakukan dalam posisi berbaring karena dapat menyebabkan makanan atau minuman masuk kesaluran nafas dan menyebabkan infeksi paru (pneumonia), dan kekurangan makan atau minum hari ini hendaknya dapat dicukupkan pada hari berikutnya. Kadang-kadang penderita sama sekali menolak untuk makan dan minum, sehingga diperlukan pemasangan pipa lambung melalui hidung (nasogastric tube) atau pemasangan infus untuk mencukupi kebutuhan gizinya, yang tentunya membutuhkan tenaga yang terlatih.
Di negara maju yang telah melaksanakan pelayanan lansia yang maju telah menyediakan beberapa bentuk pelayanan lansia khususnya pada penderita demensia sebagai berikut, yaitu panti wredha bagi lansia dengan keterbatasan sosio-ekonomi, sheltered accomodation / akomodasi terlindung (rumah dengan berbagai fasilitas khusus untuk lansia yang hanya mandiri sebahagian), day hospital (klinik siang terpadu) yang hanya beroperasi pada jam-jam kerja yang dapat melakukan antar jemput penderita untuk perawatan setengah hari, night attendants (penjagaan penderita lansia di malam hari), unit psikogeriatri (perawatan kesehatan jiwa lansia), respite care (palayanan sementara penderita lansia yang selama ini dirawat di rumah dengan maksud untuk memberikan istirahat/ liburan selama kurang lebih 2 minggu, bagi orang yang merawat agar jangan bosan ), Meals on wheels (bantuan penyediaan makanan hangat dan sehat bagi penderita), kunjungan fsioterapi, terapi okupasi (melatih kemandirian penderita), terapi bicara, home help services (pemeliharaan rumah untuk merapikan dan merawat rumah yang mungkin sudah terlalu berat untuk dikerjakan sendiri), pelayanan transportasi dan sukarelawan yang dapat menghantar bepergian, pelayanan hospice care (pelayanan penderita lansia yang sedang menghadapi kematian)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar