ASI: Lebih Lama, Lebih Baik
Menurut para ahli saat ini lebih banyak ibu-ibu baru yang memberikan bayi mereka ASI tetapi mereka menghentikannya lebih awal dibanding yang sebagian besar dokter rasakan optimal bagi kesehatan bayi.
Peneliti Ruowei Li, MD, PhD seorang epidemiologist bersama CDC mengatakan sebagian besar bayi mendapatkan ASI hanya dalam bulan awal-awal saja, ketika bayi berumur 2 atau 3 bulan tetapi kemudian menghentikannya ketika waktunya bagi ibu untuk kembali bekerja.
Ibu-ibu sebaiknya memberikan ASI sedikitnya satu tahun, semakin lama bayi diberi ASI, semakin banyak manfaat yang diperoleh. Sebagian masyarakat masih tidak setuju terhadap pemberian ASI akibat faktor gaya hidup. wanita berpikir mereka tidak dapat melakukanya di tempat umum karena merasa malu. Tetapi di beberapa negara lain, hal ini masih dapat diterima dan alami bagi seorang wanita menyusui bayinya di tempat umum.
Lebih jauh Rouwei mengutip keuntungan menyusui: “Susu sapi itu bagi anak sapi. ASI adalah makanan paling bergiji bagi bayi karena ASI dilengkapi dengan enzim dan antibodi terutama dibuat bagi manusia."
Para ahli bahkan telah mencoba membuat ASI tetap tidak mampu mengkopi seluruh nutrisi yang terkandung dalam ASI.
Diantara keuntungan menyusui bayi dengan ASI adalah melindungi bayi terhadap penyakit diare dan infeksi seperti infeksi telinga dan saluran pernapasan. Sebuah penelitian baru menunjukan ASI tidak menyebabkan obesitas dikemudian hari dan jauh dari resiko berkembangnya diabetes.
Selain itu ikatan khusus yang dikembangkan antara ibu dan bayi, penting bagi emosional bayi dan perkembangan intelektual. Pemberian ASI juga dikaitkan dengan menurunkan resiko berkembangnya kanker payudara sebelum menopuse bagi ibu dan wanita menyusui akan kembali ke berat badan sebelum hamil lebih cepat.
”Bayi sehat, penyakit kanker jauh ..... !!!”
”Sekian lama masyarakat hanya tahu manfaat pemberian ASI untuk bayi. Padahal, ibu pun banyak mendapat manfaat.”
Ya, besarnya manfaat ASI bahkan telah dikampanyekan oleh UNICEF (United Nations Children's Fund) melalui Pekan Menyusui Sedunia atau World Breastfeeding Week yang diselenggarakan setiap tanggal 1-7 Agustus. Kampanye itu antara lain mengajak masyarakat di seluruh dunia, terutama kaum ibu, untuk memberikan manfaat ASI kepada bayi serta mengenal manfaat pemberian ASI bagi dirinya sendiri.
Barangkali, sebagian besar dari kita sudah menyadari bahwa secara garis besar, bayi akan mendapat empat manfaat terpenting dari ASI, yaitu memberi nutrisi terbaik, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kecerdasan, dan tentu saja sangat berguna dalam meningkatkan jalinan kasih sayang. Namun sebaliknya, pengetahuan tentang manfaat menyusui bagi ibu belum banyak yang tahu. Padahal, keyakinan ibu yang mantap akan manfaat ASI bagi bayi dan dirinya sendiri akan menciptakan motivasi yang kuat. Dengan motivasi itu, diharapkan ibu mau ngebela-belain menyusui anaknya.
SYARAT MENDAPATKAN MANFAAT
Ibu yang menginginkan manfaat optimal dari pemberian ASI, pertama-tama harus paham bahwa untuk itu diperlukan dua syarat utama. Seperti dijelaskan dr.Utami Roesli, Sp.A, MBA, IBCLC, yang juga Ketua Lembaga Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu RS. Sint. Carolus, Jakarta, syarat pertamanya adalah pemberian ASI harus dilakukan dengan baik sehingga terjadi keberhasilan menyusui. Kedua, pemberian ASI harus dilakukan secara eksklusif paling sedikit selama 4 bulan dan lebih baik lagi jika sampai 6 bulan.
Pemegang gelar konsultan laktasi, International Board Certified Lactation Consultant (IBCLC) ini lantas menerangkan bahwa pemberian ASI yang baik adalah yang sesuai kebutuhan bayi. Istilahnya on demand. "Kalau ASI diberikan pada saat anak sudah menangis, sebenarnya itu sudah terlambat, karena sudah kelamaan," katanya.
Jadi, keberhasilan menyusui harus diawali dengan kepekaan terhadap waktu tepat saat pemberian ASI. Kalau diperhatikan dengan baik, sebelum sampai menangis, bayi sudah bisa memberikan tanda-tanda kebutuhannya akan ASI. Antara lain, berupa gerakan-gerakan memainkan mulut dan lidah atau memainkan tangan di mulut.
Namun demikian, ketepatan waktu saja tidak cukup. Buktinya, tak jarang kegagalan dalam menyusui masih terjadi. Jika hal itu terjadi, ibu jangan lekas putus asa. Harus dipahami, kegagalan biasanya disebabkan teknik dan posisi menyusui yang kurang tepat, bukan karena produksi ASI-nya yang sedikit. "ASI sendiri sebenarnya tak pernah kurang, karena produksinya akan disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Bahkan, ada ibu yang produksi ASI-nya bisa sampai 2 liter per hari."
Kegagalan teknis menyusui bisa terjadi, misalnya karena bayi yang bersangkutan penah menggunakan dot. Bagaimanapun, cara minum ASI secara langsung dengan menggunakan dot berbeda sekali. "Dengan dot, susu sudah akan keluar walau hanya ujungnya saja yang diisap. Sementara kalau menyusu pada ibunya, bayi harus membuka mulut lebar-lebar. Nah, menyusui pada ibu dengan cara seperti mengisap dot tak akan bisa mengeluarkan ASI dengan baik," ungkap Utami.
Di luar itu, keadaan psikologis ibu juga harus menunjang karena pengaruhnya terhadap keberhasilan atau kegagalan menyusui sangat besar. "Sering, kan, dijumpai keadaan ibu yang terlalu khawatir bahwa dirinya tidak akan bisa menyusui?" Padahal, sebenarnya dia tidak bermasalah. "Justru karena ia terlalu khawatir, proses menyusui itu tidak berhasil. Padahal kalau ia yakin dirinya dapat menyusui, tak akan ada masalah."
Tak jarang juga ibu merasa gagal karena bayinya hanya minum sedikit. Dalam hal itu Utami mengingatkan, "Sebenarnya harus dilihat dulu, bagaimana keadaan si bayi. Sebab pada keadaan tertentu ia memang tidak terlalu lapar, hanya haus sedikit. Nah, pada saat ini tentunya ia tidak membutuhkan banyak susu."
MENGHENTIKAN PERDARAHAN
Jika ibu dilanda kecemasan seperti itu, contoh akibatnya yang jelas antara lain hormon oksitosin ibu tidak akan keluar. Padahal hormon ini merupakan salah satu hormon yang berperan dalam proses produksi ASI. "Sebaliknya kalau ibu merasa tenang, hatinya senang, hormon oksitosin bisa keluar dan bekerja dengan baik."
Oksitosin berpengaruh dalam proses pengeluaran ASI dari kelenjar susu. Adanya hormon ini akan membuat otot saluran ASI berkontraksi, sehingga ASI dalam kelenjar susu bisa keluar ke ujung salurannya untuk kemudian diisap bayi dengan mudah. Sebaliknya, selama ASI digunakan, produksi oksitosin pun akan berlangsung terus.
Bagi ibu, manfaat oksitosin ini juga nyata. Selain mengerutkan otot-otot saluran untuk pengeluaran ASI, hormon ini juga mengakibatkan otot-otot polos rahim berikut pembuluh darahnya mengkerut. Efek ini akan bekerja maksimal jika setelah melahirkan, ibu langsung mulai menyusui bayinya.
Dengan begitu, penyempitan pembuluh darah yang terbuka saat melahirkan bisa dipercepat. "Hal ini jelas berdampak positif, karena perdarahan di rahim bekas proses persalinan akan cepat terhenti. Kalau otot-otot di rahim mengkerut, otomatis pembuluh darah yang terbuka itu akan terjepit sehingga perdarahan akan segera berhenti," urai Utami.
Khusus di Indonesia, angka kematian ibu saat melahirkan sangat tinggi dan salah satu penyebabnya adalah perdarahan setelah melahirkan. Padahal, sebenarnya kalau ibu melakukan pemberian ASI dengan baik, kejadian perdarahan bisa dikurangi dan risiko kematian bisa diperkecil. Pun, jika perdarahan setelah melahirkan semakin cepat berhenti, risiko kekurangan darah yang menyebabkan anemia pada ibu akan berkurang.
MENCEGAH KANKER DAN KEHAMILAN
Jika manfaat sebelumnya, yaitu peningkatan hormon oksitosin didasari oleh keberhasilan menyusui, maka manfaat berikutnya, yaitu penurunan risiko kanker pada ibu yang memberikan ASI secara eksklusif. "Bagaimana mekanisme pemberian ASI ini bisa sampai mengurangi risiko kanker memang belum bisa dipahami secara pasti," aku Utami, "Tetapi dari penelitian yang dilakukan, didapat kenyataan yang jelas bahwa ibu yang memberikan ASI secara eksklusif memiliki risiko terkena kanker payudara dan kanker ovarium 25% lebih kecil dibanding daripada yang tidak menyusui secara eksklusif."
Ada lagi manfaat pemberian ASI eksklusif, yaitu sebagai alat kontrasepsi alamiah. Bahkan, seperti ditegaskan Utami, kemungkinannya untuk mencegah kehamilan bisa mencapai 99 persen. Namun, untuk itu ibu harus betul-betul memberikan ASI-nya secara eksklusif. Maksudnya, ASI diberikan kepada bayi secara murni, tidak dicampur-campur atau bayi tidak diberi tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, maupun makanan lain seperti pisang, bubur susu, biskuit, dan lainnya. ASI eksklusif ini diberikan setidaknya selama 4 bulan, dan lebih baik sampai 6 bulan kalau memungkinkan. Pun, fungsi kontrasepsi ini baru efektif bila selama memberikan ASI eksklusif ibu juga belum mengalami menstruasi. Bila memang ibu sudah mengalaminya setelah melahirkan, ya, acara menyusui ini tak lagi efektif mencegah kehamilan berikut.
Sebetulnya, jika kedua persyaratan itu terpenuhi akan berlangsung mekanisme di mana terjadi perubahan hormon reproduksi pada ibu yang mengakibatkan terhentinya proses ovulasi atau pelepasan sel telur ke arah rahim. Jika tak ada sel telur yang dilepaskan, tentunya proses pembuahan oleh sel sperma dari pasangan tak akan bisa terjadi.
IBU LEBIH CEPAT PULIH
Begitu pula, ibu yang menyusui secara eksklusif ternyata lebih mudah dan lebih cepat kembali ke berat badan semula seperti sebelum hamil. "Pada saat hamil, badan bertambah berat, selain karena ada janin, juga karena penimbunan lemak pada tubuh," papar Utami.
Cadangan lemak ini sebetulnya memang disiapkan sebagai sumber tenaga dalam proses produksi ASI. Nah, dengan menyusui, tubuh akan menghasilkan ASI lebih banyak lagi sehingga timbunan lemak yang berfungsi sebagai cadangan tenaga akan terpakai. Logikanya, jika timbunan lemak menyusut, berat badan ibu akan cepat kembali ke keadaan seperti sebelum hamil.
Jadi, banyak sekali, kan, manfaat menyusui yang bisa dipetik ibu selain bayinya? Belum lagi, seperti dibilang Utami, dengan menyusui rahim akan lebih cepat kembali ke posisi semula. Tentu saja hal ini menandakan pemulihan fisik ibu yang nyata. So, mau tahu, apa yang bisa dilakukan jika fisik ibu sudah pulih? Salah satunya, tentu saja hubungan seksual suami istri bisa cepat kembali seperti sebelum hamil. Nah, menyenangkan, bukan?
”ayo rame-rame kita pastikan setiap bayi minum ASI sampe 1 tahun lebih .. !!!”
Program ASI Eksklusif hingga Bayi Enam Bulan
''Coba yang ini saja Bu, kandungannya lengkap, ada AA dan DHA untuk perkembangan otak, 15 vitamin dan mineral, serta FOS yang berguna membantu pencernaan. Rasanya juga disesuaikan dengan bayi ibu yang baru mau belajar makan makanan padat. Dapat ibu lihat di label, cocok untuk bayi usia 4 bulan ke atas,'' ujar seorang SPG (sales promotion girl) pada seorang ibu di counter susu dan makanan bayi sebuah supermarket.
Sembari membacakan label yang tertera pada sebuah kardus biskuit bayi, SPG tersebut terus memberikan keterangan mengenai keunggulan produk yang ditawarkannya, berusaha menggaet calon konsumennya. Si calon konsumen, Yanti, seorang ibu muda dari seorang bayi mungil berusia empat bulan, tampak memerhatikan keterangan SPG dengan serius. Sesekali ia bertanya kepada SPG mengenai produk yang akan dibelinya. Akhirnya, dua kotak biskuit bayi masuk ke keranjang belanjanya.
Pemandangan semacam itu dapat dengan mudah dijumpai di berbagai sentra penjualan susu dan makanan bayi. Si konsumen, ibu tadi, tidak menyadari telah melakukan sebuah kekeliruan dalam menangani tumbuh kembang anaknya. Bayinya yang berusia empat bulan semestinya masih dalam program ASI (air susu ibu) eksklusif. Sebuah program terbaik untuk tumbuh kembang seorang bayi, yakni hanya memberikan ASI saja hingga bayi berusia enam bulan.
Namun, kekeliruan Yanti tidak semata-mata karena kesalahannya, bisa dikatakan ia adalah korban dari 'kenakalan' produsen makanan pendamping ASI. Pada kardus biskuit bayi yang ia beli tertera tulisan 'untuk usia 4 bulan ke atas'. Sebuah tulisan yang semestinya tidak tertera karena menyesatkan konsumen. Semestinya, mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 450/2004, bayi harus diberi ASI saja hingga usia enam bulan, bukan empat bulan.
Berbagai penelitian telah membuktikan berbagai keunggulan tak terbantahkan mengenai manfaat pemberian ASI eksklusif selama enam bulan. Mulai dari pertumbuhan fisik yang sempurna, perkembangan kecerdasan yang pesat, hingga kematangan emosional seorang anak, terpacu berkat ASI eksklusif enam bulan.
Sayangnya, peraturan tinggal peraturan. Produsen susu dan makanan pendamping ASI yang semestinya turut berperan serta dalam program yang notabene bisa menyehatkan generasi penerus, justru banyak yang melakukan penyimpangan. Pencantuman label 'untuk bayi usia empat bulan ke atas' adalah salah satu contohnya.
Pada pertemuan di 'Executive Forum' yang diadakan Media Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu, terungkap bahwa mayoritas produsen susu dan makanan pendamping ASI memang belum semuanya mengacu pada peraturan mengenai ASI eksklusif enam bulan. ''Hal tersebut terjadi karena peraturan. Sebagian besar produsen masih berpegang pada peraturan lama saat batasan ASI eksklusif adalah empat bulan. Dan hingga saat ini izin yang mereka pegang masih berlaku, jadi belum ada pembaharuan, tidak ada sanksi tegas terhadap hal ini,'' ujar Sekretaris Ikatan Produsen Susu (IPS), Syahlan Siregar, dalam forum tersebut.
Pencantuman label 'untuk bayi usia 4 bulan ke atas', hanyalah salah satu contoh dari berbagai tindakan produsen susu yang tidak mendukung program ASI eksklusif enam bulan. Seperti diungkapkan dr Nurcholish Madjid, M.Kes dari Program Appropriate Technology in Health (PATH), dari penelitian yang diselenggarakan lembaganya diketahui berbagai 'kenakalan' produsen susu formula dan makanan pendamping bayi. ''Di antaranya, melakukan promosi dalam berbagai bentuk kepada sarana kesehatan serta tenaga kesehatan, baik dokter maupun bidan, untuk turut serta memasarkan produk mereka.
Diakui Syahlan, perilaku-perilaku tersebut memang kerap terjadi. Satu hal yang menjadi penyebabnya adalah lemahnya peraturan. Padahal, menurutnya, produsen IPS yang beranggotakan sembilan produsen di antaranya Nestle dan Frissian Flag, bisa dipastikan akan mematuhi semua peraturan yang memiliki kejelasan di sisi materi maupun sanksinya.
Mengenai peraturan mengenai ASI eksklusif, diakui salah satu anggota Komisi IX DPR RI Tuti Indarsih Lukman, saat ini memang mendesak untuk diberlakukan dan meliputi berbagai kalangan. Pasalnya, produsen susu formula dan makanan pendamping ASI bukanlah satu-satunya penyebab sulitnya menjalankan program ASI eksklusif. Beberapa hal lain seperti peraturan ketenagakerjaan mengenai cuti melahirkan dan keberadaan ruang ASI di tempat kerja, serta juga perlu dibuatkan aturan agar mendukung program ASI eksklusif enam bulan tersebut.
Pihak DPR, lanjut Tuti, yang saat ini tengah melakukan pembahasan tentang perubahan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, juga akan berusaha memasukkan masalah ASI dalam perubahannya. ''Kami juga memantau pihak-pihak terkait seperti Departemen Kesehatan, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) serta BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) agar membuat program dan peraturan yang mendukung ASI eksklusif,'' ujar Tuti.
Dengan peraturan dan sanksi yang tegas serta program-program mendukung, diharapkan angka pemberian ASI dapat ditingkatkan dari kondisi sekarang. Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, didapati data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi. Yakni, 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-5%. Yang lebih memprihatinkan, 13% bayi di bawah dua bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar